Zurmang Gharwang VI – Rinchen Nyengpo
Kehidupan Zurmang Gharwang Tulku VI – Rinchen Nyengpo, adalah salah satu dari sekian banyak inkarnasri yang mempesonakan. Dari sekian banyaknya kehebatan yang diperlihatkan, beliau dapat menunjukkan bahwa beliau menguasai semua aspek dari fenomena relatif dan mutlak, yang berada di luar jangkauan manusia biasa.
Kelahiran dari Zurmang Gharwang VI ini telah diramalkan sebelumnya oleh seorang Terton pada waktu itu, yang menyebutkan bahwa “Seseorang akan datang dengan nama Nyingpo, dan ia adalah makhluk suci yang akan membimbing umat manusia menuju jalan pembebasan ”.
Bahkan sebelum kelahirannya, Tulku kecil ini dapat membacakan mantra dan doa-doa dari rahim ibunya. Ketika beliau berusia 3 bulan, beliau telah memperlihatkan kemampuan yang sangat mencengangkan, dengan memanjat atap rumahnya tanpa memperdulikan kekhawatiran keluarganya. Khawatir akan keselamatannya, pamannya buru-buru mencoba menahan agar ia tidak melanjutkan usahanya itu. Sehingga, kejadian-kejadian yang saling berhubungan itu terputus dan beliau tidak dikenali sebagai inkarnasi Zurmang Gharwang hingga ia tumbuh besar, saat beliau berumur 12 tahun.
Timbul kontroversi diantara minoritas pada masa itu mengenai identitas dari inkarnasi Zurmang Gharwang VI yang sebenarnya. Kemudian tersebar kepercayaan bahwa seorang keponakan laki-laki dari Tulku sebelumnyalah yang merupakan inkarnasi yang sebenarnya. Namun keturunan sah dari Tahta Singa (Lion Throne) kemudian mempertunjukkan kehebatannya melalui serangkaian kegiatan dan kuasa yang tidak dapat dipahami.
Pada masa kecilnya, ia mampu mengecilkan sebatang sendok besi hanya dengan melipatnya sebanyak 3 kali. Ia pun sering menggantungkan pakaiannya di bawah sinar matahari tanpa terlihat ada seutas talipun yang merentang. Ia juga memerintahkan kepada para pelindungnya yang kasat mata untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan. Bahkan ia mampu mempertunjukkan seluruh rangkaian dari tarian tradisional Zurmang (Cakrasamvara) tanpa seorangpun pernah mengajarinya. Lebih dari itu, ia juga dapat menceritakan secara detail mengenai kehidupannya di masa lalu yang hanya diketahui oleh para pengikut dekatnya.
Pada masa inkarnasi yang mengagumkan ini, Zurmang Gharwang Tulku VI ini telah melaksanakan puja Buddha Amithayus dan Chenrezig lebih dari 100 juta kali. Ia juga mengumpulkan seluruh Kanjur sebanyak 104 jilid yang ditulis lengkap pada daun emas dan perak.
Pada saat itu, Zurmang telah berkembang menjadi kompleks monastri yang sangat luas, yang terdiri dari Sherda (Institut agama Buddha untuk tingkat tinggi), 13 pusat meditasi, dan gabungan pelayanan pemberian makanan untuk para sangha wanita. Monastri utama di Nymgyal-tse ditempati oleh 5 orang Tulku, 2.000 lama dan para bhiksu. Monastri ini dianggap sebagai tempat yang sangat baik untuk pendidikan dan pelatihan, jauh melebihi keberadaan aliran religius yang lain.
Sangat disayangkan, pada masa itu banyak terjadi perselisihan antar sekte agama yang membuat Tibet terjatuh dalam kekacauan. Ditengah-tengah penghancuran monastri yang tersebar di seluruh negri, Zurmang diserang oleh para pengikut Gusri, pemimpin khan dari Mongolia. Gharwang Tulku VI ini ditangkap. Ia dirantai dan diborgol dengan sangat ketat. Meskipun menerima penghinaan ini, ia tetap mencerminkan sikap welas asih dari Mahasattva dan spontanitas seorang Siddha. Contohnya, ia berulang kali mengejutkan para penjaganya dengan melelehkan borgol tangannya yang terbuat dari besi.
Menyaksikan kejadian yang mengherankan ini, orang Mongol segera menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang yang memiliki kemampuan spiritual yang tinggi dan mereka merasa sangat menyesal. Mereka lalu bersujud menyembah dengan penuh rasa penyesalan dan rasa bakti, kemudian segera melepaskan tali ikatan dan membebaskan beliau. Sebagai tanda penyesalan, penguasa Mongolia menganugerahkan gelar kehormatan 'Peihutuku', juga memberikan sebuah stempel pribadi, topi upacara dan jubah kebesaran untuk menandakan kekuasaannya atas seluruh provinsi.
Pada usia 65 tahun, Zurmang Gharwang VI hilang/lenyap ke dalam dharmakaya diiringi ratap tangis para pengikutnya. Akhir dari kehidupannya yang penuh keajaiban: jantung, lidah dan bola matanya melompat keluar dari api secara bersamaan pada saat perabuan jenasahnya. Banyak peninggalan yang ditemukan dari abu sisa pembakaran, bersama sejumlah relik mantra yang tampak terukir di tempurung kepalanya (bijak kata 'OM' ini terlihat jelas sekali). Selama berhari-hari, langit dan angkasa dipenuhi dengan pelangi, dan hujan bunga yang wangi turun dari surga.